Belajar Dari Anak

Pembiasaan adalah disiplin yang selayaknya diberikan pada anak-anak usia dini/sekolah dasar. Karena jika tidak, sulit untuk mendisiplinkan mereka jika sudah remaja/dewasa.

Saat maghrib adalah saat yang aku nanti setiap hari. Karena pada saat itulah aku bisa berkumpul bersama anak-anakku setelah seharian menunaikan tugas dan kewajiban di luar rumah. Seusai shalat maghrib hanya aku dan anak-anakku akan belajar bersama. Namun sebelum itu, aku akan mengaji terlebih dahulu. Setelah aku mengaji beberapa ayat, baru aku dan anak-anakku akan mengaji hafalan surat-surat pendek bersama. Kebiasaan adik yang terbaru sebulan ini adalah duduk di pangkuanku ketika aku sedang membaca Alquran. Dan ia meminta jarinya dipegang oleh jariku untuk menunjukkan huruf-huruf yang sedang aku baca.

 

Beberapa minggu lalu, ketika aku sakit flu, seusai shalat magrib aku tidak kuat untuk membaca Alquran. Maka akupun langsung bangkit berdiri hendak membereskan peralatan sholat. Rupanya adik meskipun sedang bermain dengan kakaknya  memperhatikanku. Lalu ia bertanya:

Ibu ga baca Quran?  

Kepala ibu pusing, nak, ibu kena flu.

Kalau gitu adik aja yang baca Alquran.

Pelajaran pertama : jangan pernah memanjakan sakit.

 

Setelah selesai membaca surat-surat pendek, biasanya aku akan menanyakan kepada mereka 4 hal: bagaimana sholatnya hari itu, perbuatan baik atau buruk apa yang dilakukan dan tentang sabar. Sang kakak yang berusia 9 tahun, alhamdulillah sudah lebih dari satu tahun ini kakak terbiasa rutin melaksanakan sholat 5 waktu. Namun adik yang berusia 5 tahun baru 1 waktu saja yang dilakukan. Aku mengajarkannya secara bertahap seperti ketika aku mengajarkan pada kakaknya. Setiap kali aku menanyakan perbuatan baik apa yang mereka lakukan hari itu, maka anak-anakku akan berlomba-lomba ’menghitungnya’. Biarlah namanya juga anak-anak. Dan setiap hari ada saja perbuatan-perbuatan kecil yang membuat mereka bangga untuk melakukannya.

Suatu hari kakak menceritakan kebaikan yang ia lakukan di sekolah.

Bu hari ini kakak ga jajan.

Kenapa? Kakak lapar dong, kan tadi ga bawa bekel makanan?

Iya. Tapi tadi kasihan ada kakek-kakek minta sedekah. Uang kakak yang tiga ribu kakak kasihkan sama kakek-kakek itu. Yang seribu lagi untuk bayar uang kas.

Subhanallah.

Pelajaran kedua: jangan menghitung untung rugi dalam berbuat kebaikan.

 

Yang ini ketika anak keduaku berusia 4 tahun, setahun lalu. Suatu sore aku bertanya bagaimana kalau adik belajar untuk naik sepeda beroda dua. Dia setuju. Akhirnya dua roda kecilnya dicopot dan di akhir sore itu adik belajar naik sepeda roda dua sambil terus kupegangi. Esoknya, pagi-pagi sekali sekitar pukul 6 pagi, adik sudah bangun dan langsung mengambil sepeda roda duanya. Ia minta aku menemaninya untuk belajar naik sepeda roda dua. Sekali, dua kali, tiga kali, empat kali, adik terjatuh. Begitu berulang-ulang. Waktupun menunjukkan hampir pukul 9 pagi. Aku yang menemaninya belajar merasa kelelahan, tapi adik terlihat begitu semangat untuk bisa naik sepeda roda dua.

Udah dulu ya, nanti sore kita lanjutkan lagi.

Engga, adik masih mau belajar!

(duh, nguji kesabaranku nih…)

Ok, dua kali lagi abis itu udah ya.

Tiga kali!

Iya iya…

Satu kali masih terjatuh, kedua kalinya sama.

Dan apa yang terjadi ketiga kalinya, adik berhasil melaju dengan sepeda roda duanya sendirian!

Alhamdulillah!

Yes! adik berhasil ibuuuuu!

Hanya dalam waktu hitungan jam, adik bisa naik sepeda roda dua. Bandingkan dengan kakaknya ketika berusia 5 tahun, yang baru bisa naik sepeda roda dua setelah empat hari jatuh bangun.

Pelajaran ketiga: jangan pernah menyerah dan jangan pernah menunda-nunda pekerjaan.

 

Metode pengajaran seperti yang diajarkan dalam Quran, memang efektif dalam pembentukan karakter anak. Kata seorang penulis, Al Quran is one step ahead of science.  Semua ilmu pengetahuan bersumber pada kitab Suci Al Quran. Manusia hanya menemukan. Melalui diskusi dan tanya jawab tentang 4 hal di atas, setidaknya anak-anak jadi dibiasakan mengetahui apa yang baik dan apa yang buruk, serta mengajarkan makna sabar secara perlahan…semoga.

4 thoughts on “Belajar Dari Anak

Leave a reply to Rika Sukmana Cancel reply